Perjalanan panjang telah menghantarkan Indonesia melalui fase demi fase sejarah. Jika kita sejenak menilik ke
belakang, maka saya rasa kita akan bersepakat bahwa “perjuangan” adalah kata
kunci dari kesemua rangkaian perjalanan
tersebut, karena berkat perjuangan yang telah dilakukan oleh pendahulu
kita lah, saat ini kita bisa nikmati bersama hasilnya. Perjuangan guna
mewujudkan cita-cita bangsa yaitu kemerdekaan pada waktu itu telah berhasil
melibatkan berbagai macam elemen yang ada masyarakat. Pada masa itu pula lah
persatuan dan kesatuan menjadi satu-satunya modal yang berharga bagi bangsa.
Kehidupan kebangsaan di Indonesia nyata-nyata telah mengalami
perubahan yang berangsur-angsur. Tatanan nilai dan perilaku kemudian juga
berkembang dari masa ke masa mengikuti kehendak masyarakat. Ada perbaikan di
satu sisi akan tetapi ada juga kemunduran di lain sisi. Saat ini, kepekaan kita
sebagai elemen pembentuk peradaban perlu semakin ditingkatkan, karena suka atau
tidak memang transformasi kehidupan kebangsaan sangatlah dibutuhkan demi
terwujudnya Indonesia yang berkemajuan. Permasalahan yang kompleks tentu tidak
bisa dielakkan dalam perjalanan kehidupan bangsa. Akan tetapi permasalahan
tersebut bukan tidak mungkin untuk dapat deselesaikan dengan baik.
Permasalahan bangsa saat ini meliputi banyak aspek,
ekonomi, sosial dan juga hukum. Khusus dalam bidang hukum, seluruh lembaga yang
berkaitan kewenangannya dengan hukum sedang berupaya keras membangun sebuah
konstruksi yang jelas dan kuat guna tercapainya agar hukum itu sendiri dapat
memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat Indonesia. Hal
tersebut didukung dengan situasi publik dimana saat ini masyarakat Indonesia
sudah mulai mengenal hukum. Kesadaran masyarakat akan hak-haknya yang dapat
diperjuangkan mulai muncul dan menariknya masyarakat pun sudah mulai paham akan
system penegakkkan hukum di Indonesia.
Kaitannya dengan hal tersebut yang nyata-nyata dapat
dijadikan sebagai perwujudan Indonesia berkemajuan, ada beberapa contoh di
masyarakat dalam upaya memperjuangkan haknya, antara lain, seorang buruh dalam
hal ini Marthen Boiliu seorang ex satpam PT Sandhy Putra Makmur yang mengajukan
permohonan Pengujian Pasal 96 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan “Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan
segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluwarsa setelah
melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.”. Pemohon dalam
hal ini merasa dirugikan dengan adanya ketentuan pasal tersebut, karena Pemohon
dan beberapa rekan kerjanya yang bernasib sama tidak dapat mengambil
pesangonnya karena sudah dianggap kadaluwarsa oleh perusahaan sesuai dengan
ketentuan a quo. Mahkamah Konstitusi,
dalam Putusan Perkara Nomor 100/PUU-VX/2012 akhirnya mengabulkan permohonan
Pemohon a quo, sehingga dengan
demikian tidak ada lagi aturan terkait daluwarsa dalam hal penuntutan hak
pekerja yang timbul akibat hubungan kerja dimaksud. Dalam Pertimbangan Hukum
nya, Mahkamah berpendapat “Bahwa upah dan
segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak buruh yang
harus dilindungi sepanjang buruh tidak melakukan perbuatan yang merugikan
pemberi kerja. Oleh sebab itu upah dan segala pembayaran yang timbul dari
hubungan kerja tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu. Oleh
karena apa yang telah diberikan oleh buruh sebagai prestatie harus diimbangi
dengan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja sebagai tegen prestatie. Upah dan segala
pembayaran yang timbul dari hubungan kerja adalah merupakan hak milik pribadi
dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, baik oleh
perseorangan maupun melalui ketentuan peraturan perundang-undangan.”. Berdasarkan
permasalahan tersebut, kita dapat lihat bahwa konsep Indonesia Berkemajuan
dalam bidang hukum khususnya perlindungan hak warga Negara dan persamaan
kedudukan di depan hukum sudah berjalan.
Contoh lain dari telah terkonstruksinya sebuah kehidupan
kebangsaan yang baik dalam hal ini Indonesia Berkemajuan adalah dengan
diputusnya perkara Pengujian Pasal 59 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 yang
menyatakan, “TKI yang bekerja pada
Pengguna perseorangan yang telah berakhir perjanjian kerjanya dan akan
memperpanjang perjanjian kerja, TKI yang bersangkutan harus pulang terlebih
dahulu ke Indonesia.”. Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon
terkait dengan pengujian konstitusionalitas Pasal a quo dengan pertimbangan hukum yang menyatakan, “Menurut Mahkamah adalah kontra produktif
jika ketentuan yang mengharuskan pulang terlebih dahulu ke Indonesia yang
dimaksud oleh pasal tersebut ternyata justru menyulitkan TKI yang bersangkutan
untuk kembali bekerja pada majikan yang sama, atau setidaknya memperoleh
kembali pekerjaan dengan kualitas yang sama, padahal jika tidak pulang
terlebihdahulu ke Indonesia TKI bersangkutan dapat bekerja pada majikan
dan/atau kual;itas pekerjaan yang sama.” . Dari contoh tersebut lagi-lagi
kita dapat pahami bahwa perlindungan hak warga Negara dan persamaan kedudukan
di depan hukum sudah berjalan.
Bicara
mengenai rekonstruksi kehidupan kebangsaan di Indonesia tentu tidak dapat
dipisahkan dari diskursus-diskursus baik formil maupun forum bebas yang
berkembang di masyarakat. “Berserikat dan
berkumpul” yang termaktub jelas dalam UUD 1945 diimplementasikan dengan
baik oleh masyarakat Indonesia dalam rangka menghimpun ide dan gagasan
pembangunan bangsa agar lebih baik sehingga terwujudnya Indonesia Berkemajuan.
Maka menjadi lumrah apabila bermunculan banyaknya organisasi masyarakat di
Indonesia. Salah satunya adalah Muhammadiyah sebagai wadah aspirasi ummat. Muhammadiyah,
telah menjadi bagian dari perjalanan sejarah dan telah memberikan banyak
kontribusi dalam upaya rekonstruksi kehidupan kebangsaan menuju indonesia
berkemajuan. Kita ketahui bersama bahwa sejak Muhammadiyah berdiri tahun 1912,
Muhammadiyah telah nyata-nyata berhasil menjadi poros pergerakan perjuangan
rakyat. Kauman, pada masa itu menjadi tempat berkembangnya ide dan pemikiran
cerdas guna membangun Indonesia, sekaligus sebagai tempat berkumandangnya
dakwah, sehingga harapan akan Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat dapat
beriringan dengan harapan terbentuknya sebuah pola kehidupan bangsa yang
bernafas keislaman yang tajdid
(kembali pada ajaran Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah).
Hingga
era sekarang ini Muhammadiyah telah menjadi bagian penting dalam perwujudan
Indonesia Berkemajuan, Muhammadiyah tiada hentinya berjuang demi kepentingan
umat. Muhammadiyah telah menjadi wadah untuk menampung segala macam keluhan
atas permasalahan bangsa dan kemudian berupaya menjadi “problem solver” dari peliknya problematika yang dialami umat.
Perjuangan atau jihad tidak bosannya
dikumandangkan oleh Muhammadiyah guna melawan ketidakadilan di negeri tercinta
ini. Oleh karena hal tersebut, Muhammadiyah menjadi rebutan para kontestan
pemilu Presiden/Wakil Presiden, pemilu
legislatif, bahkan Pilkada, walaupun setelah mereka berhasil tidak
jarang ditinggalkan lagi.
Perjuangan
pun dilakukan melalui berbagai macam saluran yang ada. Hal yang paling menarik
adalah perjuangan Muhammadiyah dalam rangka me-rekonstruksi kehidupan
kebangsaan pada periode reformasi di bawah pimpinan H.M Amien Rais yang telah
mampu mengubah sistem politik di Indonesia yang semula otoriter mengarah pada
sistem demokrasi. H.M Amien Rais dikenang sebagai pendobrak orde baru, dan
menghapus pemahaman pada paradigma bahwa UUD 1945 tidak bias diubah, karena
nyatanya tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, berhasil melakukan perubahan UUD
1945 dengan sistem amandemen.
Lain lagi
pada periode Din Syamsudin, yang antara lain untuk “merepresentasikan” rakyat
menuntut keadilan atas hak-hak konstitusionalnya, Muhammadiyah saat ini sedang
melakukan “jihad konstitusi”. Jihad Konstitusi ini sangat bermakna, sebab dalam
konstitusi, hak dan kewajiban warga Negara diatur dengan sangat mendasar, baik
dalam hal kepentingan pribadi, maupun kepentingan antar pribadi, bahkan jihad
konstitusi dapat menyelamatkan bangsa dan negara dari cengkeraman asing maupun
ego para penyelenggara Negara sebagai pengelola sumber daya alam yang banyak
mengabaikan kesejahteraan untuk rakyat.
Jihad
Konstitusi dimaksud, Alhamdulillah telah membuahkan hasil positif yang
memberikan pengaruh signifikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui
pengujian konstitusionalitas beberapa UU yang mengatur kepentingan umat dan
bangsa ke Mahkamah Konstitusi, Muhammadiyah berhasil memberikan sumbangsih
berarti bagi masyarakat Indonesia. Hal demikian adalah perwujudan pengabdian
Muhammadiyah sebagai wadah pergerakan yang mencerahkan umat.
Baru-baru
ini, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pengujian konstitusionalitas
yang dimohonkan oleh PP Muhammadiyah dan para Pemohon lainnya tentang UU yang
mengatur Sumber Daya Air. Melalui pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan
nomor 85/PUU-XI/2013, pendapat Mahkamah bersesuaian dengan apa yang menjadi pokok permohonan PP Muhammadiyah. Mahkamah berpendapat bahwa perlu ada
pembatasan yang ketat terhadap penguasaan sektor air oleh privat, yaitu yang pertama
bahwa setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan,
apalagi meniadakan hak rakyat atas air, kedua adalah Negara harus memenuhi
hak rakyat atas air, ketiga kaitannya dengan keharusan
mengingat kelestarian lingkungan hidup, keempat adalah terkait pengawasan
dan pengendalian oleh Negara atas air sifatnya mutlak dan yang kelima
adalah terkait prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air
adalah BUMN atau BUMD. Putusan tersebut jelas telah memberikan perlindungan hak
asasi dalam hal mendapatkan air untuk sebesar-sebesar kemakmuran rakyat sesuai
dengan amanat konstitusi.
Sebelum
Putusan tersebut, PP Muhammadiyah juga telah berhasil melakukan pengujian
konstitusionalitas UU MIGAS yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan
Putusan Nomor 36/PUU-X/2012. Dengan dikabulkannya Putusan a
quo, maka kemudian memberikan efek
yang besar terhadap pengelolaan kekayaan Negara. Hal yang paling menyita
perhatian publik adalah dengan diputusnya permohonan tersebut maka BP MIGAS
yang selama itu menjadi Badan Pengelola MIGAS dihapuskan serta terkait juga
kemudian dengan Kontrak Kerja Sama (KKS) yang diupayakan oleh Negara dalam hal
ini kerjasama MIGAS. Mahkamah dalam pendapat Mahkamah kemudian menegaskan
tentang makna “penguasaan Negara” terhadap sektor MIGAS yaitu meliputi kebijakan (beleid),
tindakan pengurusan (bestuurdaad),
pengaturan (regelendaad), pengelolaan
(beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) yang kelimanya merupakan satu
kesatuan rangkaian. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan
oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas
perijinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie). Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad)
dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan
regulasi oleh Pemerintah. Fungsi pengelolaan
(beheersdaad) dilakukan melalui
mekanisme pemilikan saham (share-holding)
dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan 99 Usaha Milik
Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan, yang
melaluinya Negara, c.q. Pemerintah, mendayagunakan penguasaannya atas
sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan
oleh negara (toezichthoudensdaad)
dilakukan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam rangka mengawasi dan
mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas sumber-sumber
kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
seluruh rakyat.
Kesemuanya tentu sejalan dengan dasar konstitusional Pasal 33 ayat (4) UUD 1945
yang menyatakan, “Bumi, air dan kekayaan
yang terkandung di didalamnya dikuasai oleh Negara dan dikelola untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Berdasarkan semua rangkaian pertimbangan
hukum baik permasalahan efektifitas, efisiensi dan kedudukan Negara dalam hal
pengelolaan MIGAS, maka dikabulkan oleh MK permohonan yang diajukan PP
Muhammadiyah tersebut demi memenuhi rasa keadilan di masyarakat.
Jadi dari
rangkaian tersebut, Muhammadiyah di bawah kepemimpinan H.M Amien Rais telah
meletakkan dasar-dasar konstitusi dalam UUD 1945, dan dilanjutkan pada periode
Din Syamsudin yang berjuang melalui jihad konstitusi.
Dengan
demikian, nyata-nyata dapat kita lihat bahwa upaya-upaya rekonstruksi atau
membangun ulang suatu tatanan kehidupan kebangsaan di Indonesia ini sedang
dilaksanakan. Membangun kembali satu demi satu sistem kelola masyarakat agar
terwujudnya cita-cita bersama rakyat Indonesia yaitu Indonesia yang
berkemajuan. Dalam berbagai aspek kehidupan kebangsaan perlu adanya
transformasi sehingga perbaikan-perbaikan segala sesuatu yang belum mapan
menjadi terselesaikan. Keluarga besar Muhammadiyah tentunya wajib konsisten
untuk turut serta dalam upaya pembangunan bangsa ini. Sebagai wadah aspirasi
ummat maka diharapkan Muhammadiyah selalu dapat menjadi komponen bangsa yang
akhirnya kelak mampu mewujudkan satu “Indonesia yang Berkemajuan”.